Bismillahirrahmaanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
TIGA WASIAT RASULULLAH
SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Oleh
Syaikh Abdurrazaq bin
Abdulmuhsin hafizhahumallâh[1]
Sungguh beruntung orang
yang menghiasi hidupnya dengan sunnah-sunnah yang dicontohkan oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh bahagia orang yang menjadikan petuah dan
wasiat Rasûlullâh sebagai panduan hidupnya. Berikut ini adalah sebagian dari
wasiat yang pernah disampaikan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada para Shahabatnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah wasiat yang
singkat namun sarat makna serta menyentuh hati. Wasiat yang menghimpun kebaikan
dunia dan akhirat dengan sempurna.-Red.
Dalam Musnad Imam
Ahmad dan Sunan Ibnu Mâjah juga para imam lainnya terdapat
hadits dari Abu Ayyub al-Anshâri Radhiyallahu anhu . Dalam hadits itu
diberitakan bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam lalu mengatakan:
عِظْنِي وَأَوْجِزْ وفي رواية عَلِّمْنِي
وَأَوْجِزْ قَالَ: إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا
تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا وَاجْمِعِ الْيَأْسَ مِمَّا فِي
أَيْدِي النَّاسِ
Berilah aku nasehat
dengan ringkas! (dalam
riwayat lain) Ajarilah aku dengan ringkas! Lalu Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu berdiri hendak
melaksanakan shalat, maka shalatlah sebagaimana shalat orang yang pergi
selamanya; Janganlah kamu mengucapkan satu perkataan yang kamu akan meminta
maaf karenanya pada esok harinya; bertekadlah untuk tidak mengharapkan apa yang
dimiliki orang lain.” [HR. Imam Ahmad, no. 23498 dan Ibnu Majah, no.
4171. Lihat as-Shahihah, no. 401]
Hadits ini adalah hadits hasan dengan
banyaknya syawâhid (pendukung). Hadits agung yang singkat ini
berisi tiga wasiat yang menghimpun semua kebaikan, dunia dan akhirat.
Barangsiapa memahaminya lalu mengamalkannya, maka dia akan meraih semua
kebaikan, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Wasiat Pertama, Wasiat Tentang Shalat Agar Kaum Muslimin Memberikan
Perhatian Ekstra Dan Menunaikannya Dengan Benar.
Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas mengajak setiap orang yang hendak
melaksanakan shalat agar dia mengerjakannya dengan bersungguh-sungguh
sebagaimana orang yang mengerjakan shalatnya yang terakhir, dia tahu dirinya
tidak bisa lagi mengerjakan shalat setelah itu. Jika seseorang yang mengerjakan
shalat merasa bahwa itu adalah shalat terakhir yang bisa dilakukan, dia tidak
bisa mengerjakan shalat setelah itu, maka pasti dia akan bersungguh-sungguh.
Dia pasti akan mengerjakannya dengan baik dan benar, dia pasti akan berusaha
menyempurnakan semua rukun-rukunnya, seperti ruku’ dan sujudnya juga hal yang
diwajibkan atau bahkan hal-hal yang disunnahkan tidak akan ditinggalkan sedikitpun.
Oleh karena itu,
semestinya setiap orang yang hendak melaksanakan shalat mengingat wasiat
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dalam setiap shalat yang sedang
dia lakukan. Barangsiapa melaksanakan shalat dengan baik dan benar, maka shalat
tersebut akan memandu dan membimbingnya kepada semua kebaikan dan keutamaan.
Dan shalat seperti itu akan menjadi penyejuk mata (penenang baginya) dan
mendatangkan kebahagiaan.
Wasiat Kedua, Wasiat Agar Menjaga Lisan.
Lisan manusia termasuk
anggota badan yang paling berbahaya. Jika sebuah kalimat atau ucapan belum
keluar dari mulut seseorang, maka itu artinya si pemilik lisan masih bisa
mengendalikan kalimat yang belum terucap tersebut dan ia menjadi penguasa
baginya. Namun jika suatu kalimat atau perkataan sudah terlontarkan dari lisan,
maka kalimat yang terucap itu akan menjadi penguasa atas si penguacap dan dia
akan memaksanya untuk menanggung resiko ucapannya tersebut.
Sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا
Janganlah kamu
mengucapkan suatu kalimat yang kamu akan meminta maaf karenanya pada esok
harinya
Artinya,
bersungguh-sungguhlah dalam menahan lisanmu agar tidak mengucapkan perkataan
yang kamu khawatir harus meminta maaf karenanya di kemudian hari. Selama anda
belum mengucapkan kalimat atau perkataan itu, berarti anda masih memegang
kendali, tapi jika sudah diucapkan oleh lisan, berarti ucapan itulah yan
memegang kendali atas diri anda.
Dalam wasiat Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain kepada Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu
anhu
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمِلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟
قَالَ: بَلَى يَا نَبِيَّ اللهِ، فَأَخذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ وَقَالَ: كُفَّ
عَلَيْكَ هَذَا، قَالَ: يَا يَا نَبِيَّ اللهِ ، وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا
نَتَكَلَّمُ بِهِ؟ قَالَ: ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَامُعَاذُ، وَهَلْ يَكُبُّ
النَّاسَ فِي النَّار عَلَى وُجُوهِهِم، أَو قَالَ: “عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ
حَصَائِدُ أَلسِنَتِهِمْ
Maukah engkau aku
beritahu kunci dari semua itu? (Mu’adz mengatakan-red) aku mengatakan, “Tentu
wahai Rasûlullâh.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang
lidahnya secara bersabda, “Tahanlah ini!” (Mu’adz mengatakan-red) aku
mengatakan, “Wahai Nabi Allâh! Apakah kita akan disiksa dengan sebab ucapan
yang kita ucapkan?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai
Mua’dz, kasihan sekali kamu! Adakah sesuatu yang menyebabkan seseorang
tersungkur wajahnya di neraka selain dari ucapan-ucapan lisan mereka [HR. Ahmad, no. 22016; at-Tirmidzi, no. 2616
dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Shahihul Jami’,
no. 5136]
Jadi lisan itu sangat
berbahaya. Dalam sebuah hadits dari Shahabat Tsabit , Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda;
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ، فَإِنَّ
الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ وَتَقُولُ: اتَّقِ اللَّهَ فِينَا،
فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا، وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
Jika bani Adam
memasuki waktu pagi, maka seluruh anggota badan manusia tunduk kepada lisan
lalu mereka mengatakan, ‘Bertakwalah kalian dalam urusan kami, karena kami
selelau bersana kamu. Jika anda lurus, maka kami juga lurus dan jika anda
bengkok, maka kami juga bengkok. [HR.
Ahmad, no. 11908 dan at-Tirmidzi, no. 2407 dari hadits Sa’id al-Khudriy. Hadits
ini dinilai hasan oleh syaikh al-Albani rahimahullah]
Sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا
Janganlah kamu
mengucapkan suatu kalimat yang kamu akan meminta maaf karenanya pada esok
harinya.
Dalam potongan kalimat
ini, terdapat seruan, ajakan dan himbauan untuk selalu introspeksi diri dalam
masalah ucapan-ucapan yang terlontar dari lisan. Hendaklah kita merenung
sebelum berucap, jika kita memandang ucapan itu mendatangkan kebaikan, maka
ucapkanlah! Namun jika ucapan yang akan kita katakan itu buruk, maka hendaklah
dia menahan diri. Jika tidak tahu, apakah ucapan itu baik atau buruk? Maka
sebaiknya menahan diri dan tidak mengucapkannya sampai kita benar-benar
mengerti tentang ucapan yang akan kita ucapkan tersebut. Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوِ لْيَصْمُتْ
Barangsiapa beriman
kepadaAllah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik
atau diam [HR. Al-Bukhâri,
no. 6018 dan Muslim, no. 47 dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu])
Namun banyak orang yang
membiarkan atau membebani dirinya dengan banyak bicara dan tidak mau ambil
pusing dengan pembicaraannya, akhirnya dia harus menanggung resiko buruk dari
ucapannya di dunia dan akhirat. Sebagai seorang yang berakal sehat mestinya
seseorang harus menimbang-nimbang ucapan yang akan dilontarkan dan memelihara
lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak bermanfaat atau tidak layak sehingga
perlu meminta maaf di waktu yang akan datang.
Sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا
Janganlah kamu
mengucapkan suatu kalimat yang kamu akan meminta maaf karenanya pada esok
harinya
Kata “besok” dalam hadits
di atas bisa jadi maksudnya hari kiamat, yaitu disaat kita harus
mempertaggungjawabkan semua perbuatan anggota badan kita di hadapan Allâh Azza
wa Jalla , atau bisa jadi maksudnya adalah besok hari yakni di dunia saat
banyak orang yang menuntut konsekuensi dari ucapan kita.
Wasiat Ketiga, Wasiat Agar Qanâ’ah, Menggantungkan Hati Hanya
Kepada Allâh Azza Wa Jalla Semata Dan Sama Sekali Tidak Mengharapkan Apa Yang
Dimiliki Orang Lain.
Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاجْمِعِ الْيَأْسَ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
Bertekadlah untuk
tidak mengharapkan apa yang dimiliki orang lain.
Maksudnya fokuskan
hatimu! Bertekadlah untuk tidak mengharapkan apa-apa yang dimiliki orang lain.
Janganlah Anda mengharapkan apapun dari mereka! Hendaklah Anda berharap hanya
kepada Allâh Azza wa Jalla semata! Sebagaimana lisan kita yang hanya meminta
dan memohon kepada Allâh Azza wa Jalla semata, maka begitu juga bahasa tubuh
kita yang lain, hendaknya hanya meminta dan memohon serta berharap kepada Allâh
Azza wa Jalla semata. Kita memutus semua harapan dan ketergantungan hati kita
dari semua orang lalu kita arahkan ketergantungan hati kita hanya kepada Allâh
Azza wa Jalla . Dan shalat yang dilakukan oleh seseorang merupakan sarana
terbesar dalam merealisasikan semua yang menjadi keinginan.
Orang yang tidak menaruh
harapan kepada semua yang dimiliki orang lain, maka dia akan hidup mulia dan
berwibawa, sebaliknya orang yang selalu mengharapkan apa yang dimiliki orang
lain, maka hidupnya akan terhina.
Orang yang hatinya
senantiasa bergantung kepada Allâh Azza wa Jalla dalam segala keadaan, dia
tidak berharap kecuali kepada Allâh, tidak meminta kecuali kepada Allâh juga
tidak bertawakkal kecuali kepada-Nya, maka pasti Allâh Azza wa Jalla akan
memenuhi kebutuhannya di dunia dan di akhirat. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
Bukankah Allâh cukup
untuk melindungi hamba-hamba-Nya. [Az-Zumar/39:36]
Juga berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allâh niscaya Allâh akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allâh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allâh telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. [Ath-Thalâq/65:3]
Inilah tiga wasiat
singkat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun sarat dengan makna.
Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan hidayah taufiq-Nya kepada kita semua agar
bisa melakukan dan melaksanakan wasiat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ini.
[Disalin dari majalah
As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVIII/1436H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079 ]
_______
Footnote
[1] Diterjemahkan dengan sedikit perubahan dari kitab Ta’zhîmus Shalât, hlm. 49-53
_______
Footnote
[1] Diterjemahkan dengan sedikit perubahan dari kitab Ta’zhîmus Shalât, hlm. 49-53
Mohon maaf jika ada kesalahan
Semoga berkah dan Bermanfaat
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
0 komentar:
Posting Komentar