X-Steel - Wait

Keutamaan BerSholawat

Salah satunya yaitu menambah 10 rahmat Allah dan menghapus 10 kesalahan

Keutamaan Membaca Al-Qur'an

“Siapa saja membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.” (HR. At-Tirmidzi)

Keutaamaan Hadir di Majelis Ilmu

"Barang Siapa Meniti Satu Jalan Untuk Mencari Ilmu, Maka ALLAH Akan Mudahkan Jalannya Menuju SURGA" [HR MUSLIM]

Keutamaan BerIstigfar

Barang Siapa yang Senantiasa BerIstigfar maka Allah akan melapangkan masalahnya dan memberikan Rizki dari arah yang tidak disangka-sangka

Sabtu, 15 Oktober 2016

HILANGNYA AMAL SESEORANG YANG MELAKUKAN MAKSIAT

Ada seseorang yang ketika di hadapan orang banyak terlihat alim dan shalih. Namun kala sendirian, saat sepi, ia menjadi orang yang menerjang larangan Allah.

Inilah yang dapat dilihat dari para penggiat dunia maya. Ketika di keramaian atau dari komentar ia di dunia maya, ia bisa berlaku sebagai seorang alim dan shalih. Namun bukan berarti ketika dalam kesepian, ia seperti itu pula. Ketika sendirian browsing internet, ia sering bermaksiat. Pandangan dan pendengarannya tidak bisa ia jaga.

Keadaan semacam itu telah disinggung oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari. Dalam hadits dalam salah satu kitab sunan disebutkan,

عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : « لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا »

Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Ibnu Majah membawakan hadits di atas dalam Bab “Mengingat Dosa”.

Hadits di atas semakna dengan ayat,
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا
Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 108). Walaupun dalam ayat tidak disebutkan tentang hancurnya amalan.


Ada beberapa makna dari hadits Tsauban yang kami sebutkan di atas:
Pertama:
Hadits tersebut menunjukkan keadaan orang munafik, walaupun kemunafikan yang ia perbuat adalah kemunafikan dari sisi amal, bukan i’tiqad (keyakinan). Sedangkan hadits Abu Hurairah berikut dimaksudkan pada kaum muslimin.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi.” (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990)

Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan dalam Az-Zawajir ‘an Iqtiraf Al-Kabair (2: 764) mengenai dosa besar no. 356, “Termasuk dosa besar adalah dosa yang dilakukan oleh orang yang menampakkan keshalihan, lantas ia menerjang larangan Allah. Walau dosa yang diterjang adalah dosa kecil dan dilakukan di kesepian
. Ada hadits dari Ibnu Majah dengan sanad berisi perawi tsiqah (kredibel) dari Tsaubanradhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan …” Karena kebiasaan orang shalih adalah menampakkan lahiriyah. Kalau maksiat dilakukan oleh orang shalih walaupun sembunyi-sembunyi, tentu mudharatnya besar dan akan mengelabui kaum muslimin. Maksiat yang orang shalih terjang tersebut adalah tanda hilangnya ketakwaan dan rasa takutnya pada Allah.”

Kedua:
Yang dimaksud dalam hadits Tsauban dengan bersendirian dalam maksiat pada Allah tidak berarti maksiat tersebut dilakukan di rumah seorang diri, tanpa ada yang melihat. Bahkan boleh jadi maksiat tersebut dilakukan dengan jama’ahnya atau orang yang setipe dengannya.
Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa yang dimaksud dalam hadits bukanlah melakukan maksiat sembunyi-sembunyi. Namun ketika ada kesempatan baginya untuk bermaksiat, ia menerjangnya. (Silsilah Al-Huda wa An-Nuur no. 226)

Ketiga:
Makna hadits Tsauban adalah bagi orang yang menghalalkan dosa atau menganggap remeh dosa tersebut.
Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi berkata, ada orang yang melakukan maksiat sembunyi-sembunyi namun penuh penyesalan. Orang tersebut bukanlah orang yang merobek tabir untuk menerjang yang haram. Karena asalnya orang semacam itu mengagungkan syari’at Allah. Namun ia terkalahkan dengan syahwatnya. Adapun yang bermaksiat lainnya, ia melakukan maksiat dalam keadaan berani (menganggap remeh dosa, pen.). Itulah yang membuat amalannya terhapus. (Syarh Zaad Al-Mustaqni’, no pelajaran 332)
Semoga kita dapat menjauhi dosa dan maksiat di kala sepi dan kala terang-terangan. Jadikan, nasihat ini terutama untuk setiap diri kita pribadi.

Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul, 9 Syawal 1436 H
Artikel Rumaysho.Com

Fanatisme Agama Hukumnya Wajib



Selama ini orang sering salah mengartikan makna fanatisme. Fanatisme dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan, terutama dalam hal agama.
Sebenarnya, pengertian fanatisme bukan hanya pada agama, tetapi kata ini dapat dikaitkan dengan beberapa hal; partai politik, tokoh (figur), kelompok, atau kebudayaan.
Dalam pengertian yang sangat luas itu, hanya ada satu hal yang diperbolehkan untuk bersikap fanatik, yaitu fanatik terhadap agama.

Fanatisme sebenarnya adalah sebuah konsekuensi seseorang yang percaya pada suatu agama, bahwa apa yang dianutya adalah benar.
Paham ini tentu akan berdampak positif pada seseorang karena yang bersangkutan akan mengaplikasikan dan merefleksikan segala hukum dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada dasarnya, tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan, peperangan dan permusuhan.
Dengan fanatisme, seseorang tidak akanmencampur adukan kebenaran agamanya dengan kebenaran yang lain. Dalam ajaran Islam, konsistensi (dapat disebut fanatisme) adalah sebuah keharusan bagi setiap umatnya.
Seorang penganut yang tidak fanatik terhadap agama islam tentu hanya akan merusak agama Islam itu sendiri. Pencampuran ajaran agama dengan yang lain (terutama ibadah mahdhoh) berakibat ditolaknya amal perbuatan itu. Seperti misal, jika Islam mengharamkan suatu makanan kemudian kita mencoba melanggar hanya karena agama lain tidak mengharamkan, maka hal ini akan merusak nilai keimanan seseorang itu.


Kesalahan paham

Berkenaan dengan persoalan di atas, kiranya saya kurang sepakat dengan pengertian kata fanatisme yang ada di beberapa media online, terutama Wikipedia. Dalam Wikipedia fanatisme diartikan sebagai sebuah keadaan dimana seseorang atau kelompok yang menganut sebuah paham, baik politik, agama, kebudayaan, atau apapun saja dengan cara berlebihan (membabibuta) sehingga berakibat kurang baik bahkan cenderung menimbulkan perseteruan dan konflik serius.

Berdasar pada pengertian di atas, agama disamakan kedudukanya dengan paham, politik, atau kebudayaan. Padahal agama (terutama agama samawi) jelas-jelas memiliki kedudukan yang sangat berbeda dengan paham, lembaga politik, dan kebudayaan.
Agama adalah sebuah keyakinan yang dilandasi dari firman Tuhan, dengan demikian agama (terutama Islam) bukanlah buatan manusia. Oleh karena itu, menyamakan kedudukan agama dengan paham-paham buatan manusia adalah kesalahan fatalyang berakibat kesalahan pemaknaan terhadap fungsi agama itu sendiri (termasuk kesalahan terhadap penafsiran pengertian fanatisme ini).

Kesalahan paham inilah yang kemudian melahirkan sebuah persepsi negatif terhadap orang-orang atau sekelompok orang yang taat pada agama. Adanya fanatisme agama justru melahirkan persepsi negatif terhadap agama tertentu. Seperti misal di negara barat terjadi sebuah ketakutan-ketakutan terhadap agama Islam. Gambaran ketakutan mereka bisa dilihat dari berbagai program yang dikeluarkan pemerintahan untuk mereduksi keyakinan (agama Islam) dalam masyarakat. Seperti di Amerika, ajaran memusuhi Islam menjadi mata pelajaran wajib di seluruh pendidikan militer, atau pun di negara-negera Eropa yang sebagian besar memberlakukan pelarangan berjilbab karena dikhawatirkan akan mempengaruhi orang lain (meskipun kadang hal ini dipolitisir untuk antisipasi kejahatan/terorisme).

Ketakutan-ketakutan akan adanya fanatisme terhadap agama (khususnya Islam) adalah suatu kebodohan.
Fanatisme terhadap agama Islam sesungguhnya akan melahirkan orang-orang yang sangat beradab dan santun. Karena ajaran agama Islam telah mengatur segala sendi kehidupan manusia secara menyeluruh. Islam mengajarkan untuk menghormati agama lain, orang lain bahkan aturan untuk berbuat baik itu juga berlaku untuk makhluk lain termasuk binatang dan lain seagainya (baca: adab dan akhlak Islam). Di dalam Islam, orang beragama tidak boleh dipaksakan. Islam adalah agama yang paling demokratis karena menyadari akan adanya perbedaan itu sebagai suatu fitroh (alami/kodrat Tuhan). Itu sebabnya Islam melarang umatnya mengganggu golongan lain atau paham lain, karena mengganggu yang lain sama dengan merusak persaudaraan dan nilai kemanusiaan yang ingin dibangun dalam Islam. Agama Islam diturunkan sebagai agamarahmatan lilalamin, memberikan kebaikan bagi umat manusia dan seluruh alam. Dalam kontek ini tidak ada kekhususan bahwa keberadaan Islam hanya untuk umat islam sendiri, tetapi untuk seluruh alam.

Bertolak dari pemahaman inilah, kiranya kita perlu membedakan makna kata fanatisme dalam berbagai hal. Jika berkaitan dengan agama, fanatisme hukumnya wajib. Tetapi jika dikaitkan dengan politik, paham (golongan, suku, ras dll), termasuk kebudayaan, maka fanatisme harus dihilangkan. Fanatisme yang merusak adalah fanatisme yang dikaitkan dengan segala hal yang berkiatan dengan paham manusia atau hasil pikiran manusia. Seperti contoh fanatisme pada partai politik jelas hanya akan merusak hubungan persaudaraan karena adanya perbedaan kepentingan. Demikian juga dengan fanatisme terhadap tokoh-tokohnya. Pada prinsipnya semua produk manusia adalah lemah dan penuh kekurangan. Oleh karena itu, fanatisme terhadap manusia adalah kebodohan yang harus kita buang jauh-jauh dari pikiran kita.

Sekali lagi fanatisme hanya boleh ditujukan pada agama yang benar. Fanatisme terhadap kebenaran suatu agama yang kita anut adalah bukti ketaatan kita terhadap agama itu sendiri. Meskipun, fanatisme tidak berarti memusuhi dan memerangi ajaran agama lain.Wallahua’lamubishshawab.


 Oleh 
Wajiran, S.S., M.A.
(Peminat di Bidang Sosial dan Politik Islam)
Pantai Santolo

(Jawa Barat), 13 Agustus 2012