Selama ini orang sering
salah mengartikan makna fanatisme. Fanatisme dianggap sebagai sesuatu yang
menakutkan, terutama dalam hal agama.
Sebenarnya, pengertian fanatisme
bukan hanya pada agama, tetapi kata ini dapat dikaitkan dengan beberapa hal;
partai politik, tokoh (figur), kelompok, atau kebudayaan.
Dalam pengertian yang sangat luas
itu, hanya ada satu hal yang diperbolehkan untuk bersikap fanatik, yaitu
fanatik terhadap agama.
Fanatisme sebenarnya adalah sebuah konsekuensi seseorang yang
percaya pada suatu agama, bahwa apa yang dianutya adalah benar.
Paham ini
tentu akan berdampak positif pada seseorang karena yang bersangkutan akan
mengaplikasikan dan merefleksikan segala hukum dalam kehidupan sehari-hari. Karena
pada dasarnya, tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan, peperangan
dan permusuhan.
Dengan fanatisme, seseorang tidak
akanmencampur adukan kebenaran agamanya dengan kebenaran yang lain. Dalam
ajaran Islam, konsistensi (dapat disebut fanatisme) adalah sebuah keharusan
bagi setiap umatnya.
Seorang
penganut yang tidak fanatik terhadap agama islam tentu hanya akan merusak agama
Islam itu sendiri. Pencampuran ajaran agama dengan yang lain (terutama ibadah
mahdhoh) berakibat ditolaknya amal perbuatan itu. Seperti misal, jika Islam
mengharamkan suatu makanan kemudian kita mencoba melanggar hanya karena agama
lain tidak mengharamkan, maka hal ini akan merusak nilai keimanan seseorang itu.
Kesalahan
paham
Berkenaan dengan persoalan
di atas, kiranya saya kurang sepakat dengan pengertian kata fanatisme yang ada
di beberapa media online, terutama Wikipedia. Dalam Wikipedia fanatisme
diartikan sebagai sebuah keadaan dimana seseorang atau kelompok yang menganut
sebuah paham, baik politik, agama, kebudayaan, atau apapun saja dengan cara
berlebihan (membabibuta) sehingga berakibat kurang baik bahkan cenderung
menimbulkan perseteruan dan konflik serius.
Berdasar pada pengertian
di atas, agama disamakan kedudukanya dengan paham, politik, atau kebudayaan.
Padahal agama (terutama agama samawi) jelas-jelas memiliki kedudukan yang
sangat berbeda dengan paham, lembaga politik, dan kebudayaan.
Agama adalah sebuah keyakinan
yang dilandasi dari firman Tuhan, dengan demikian agama (terutama Islam)
bukanlah buatan manusia. Oleh karena itu, menyamakan kedudukan agama dengan
paham-paham buatan manusia adalah kesalahan fatalyang berakibat kesalahan
pemaknaan terhadap fungsi agama itu sendiri (termasuk kesalahan terhadap
penafsiran pengertian fanatisme ini).
Kesalahan paham inilah
yang kemudian melahirkan sebuah persepsi negatif terhadap orang-orang atau
sekelompok orang yang taat pada agama. Adanya fanatisme agama justru melahirkan
persepsi negatif terhadap agama tertentu. Seperti misal di negara barat terjadi
sebuah ketakutan-ketakutan terhadap agama Islam. Gambaran ketakutan mereka bisa
dilihat dari berbagai program yang dikeluarkan pemerintahan untuk mereduksi
keyakinan (agama Islam) dalam masyarakat. Seperti di Amerika, ajaran memusuhi
Islam menjadi mata pelajaran wajib di seluruh pendidikan militer, atau pun di
negara-negera Eropa yang sebagian besar memberlakukan pelarangan berjilbab
karena dikhawatirkan akan mempengaruhi orang lain (meskipun kadang hal ini
dipolitisir untuk antisipasi kejahatan/terorisme).
Ketakutan-ketakutan akan adanya fanatisme terhadap agama
(khususnya Islam) adalah suatu kebodohan.
Fanatisme
terhadap agama Islam sesungguhnya akan melahirkan orang-orang yang sangat
beradab dan santun. Karena ajaran agama Islam telah mengatur segala sendi
kehidupan manusia secara menyeluruh. Islam mengajarkan untuk menghormati agama
lain, orang lain bahkan aturan untuk berbuat baik itu juga berlaku untuk
makhluk lain termasuk binatang dan lain seagainya (baca: adab dan akhlak
Islam). Di dalam Islam, orang beragama tidak boleh dipaksakan. Islam
adalah agama yang paling demokratis karena menyadari akan adanya perbedaan itu
sebagai suatu fitroh (alami/kodrat Tuhan). Itu sebabnya Islam melarang umatnya
mengganggu golongan lain atau paham lain, karena mengganggu yang lain sama
dengan merusak persaudaraan dan nilai kemanusiaan yang ingin dibangun dalam
Islam. Agama Islam diturunkan sebagai agamarahmatan lilalamin,
memberikan kebaikan bagi umat manusia dan seluruh alam. Dalam kontek ini tidak
ada kekhususan bahwa keberadaan Islam hanya untuk umat islam sendiri, tetapi
untuk seluruh alam.
Bertolak dari pemahaman
inilah, kiranya kita perlu membedakan makna kata fanatisme dalam berbagai hal.
Jika berkaitan dengan agama, fanatisme hukumnya wajib. Tetapi jika dikaitkan
dengan politik, paham (golongan, suku, ras dll), termasuk kebudayaan, maka fanatisme
harus dihilangkan. Fanatisme yang merusak adalah fanatisme yang dikaitkan
dengan segala hal yang berkiatan dengan paham manusia atau hasil pikiran
manusia. Seperti contoh fanatisme pada partai politik jelas hanya akan merusak
hubungan persaudaraan karena adanya perbedaan kepentingan. Demikian juga dengan
fanatisme terhadap tokoh-tokohnya. Pada prinsipnya semua produk manusia adalah
lemah dan penuh kekurangan. Oleh karena itu, fanatisme terhadap manusia adalah
kebodohan yang harus kita buang jauh-jauh dari pikiran kita.
Sekali lagi fanatisme
hanya boleh ditujukan pada agama yang benar. Fanatisme terhadap kebenaran suatu
agama yang kita anut adalah bukti ketaatan kita terhadap agama itu sendiri.
Meskipun, fanatisme tidak berarti memusuhi dan memerangi ajaran agama lain.Wallahua’lamubishshawab.
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Peminat di Bidang Sosial dan Politik Islam)
Pantai Santolo
(Jawa Barat), 13 Agustus
2012
0 komentar:
Posting Komentar